Indonesia Green Connect 2025: Menguatkan Kolaborasi Lintas Sektor untuk Transformasi Hijau Nasional
Dari Bandung untuk Indonesia: Meneguhkan Keberanian dan Komitmen Mewujudkan People & Planet First
Bandung, dkst.itb.ac.id – Indonesia Green Connect (IGC) 2025 resmi digelar di Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai bagian dari rangkaian Konvensi Sains dan Teknologi Indonesia (KSTI) yang memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Forum ini menjadi ruang temu strategis bagi 63 perusahaan dan institusi dari dalam dan luar negeri, pemangku kebijakan, akademisi, inovator teknologi, dan changemaker muda untuk mempercepat agenda transformasi hijau yang berkelanjutan, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan manusia serta lingkungan.
Meskipun pelaksanaan IGC berada di Aula Timur ITB, momen penyelenggaraan tahun ini terasa istimewa karena beriringan dengan pembukaan KSTI oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Sabuga ITB. Kehadiran Presiden di kampus ITB menjadi catatan bersejarah, menandai kembalinya kunjungan seorang Kepala Negara untuk membuka agenda nasional di lingkungan kampus setelah puluhan tahun.
IGC 2025 diinisiasi oleh Energy Academy Indonesia (ECADIN) dan diselenggarakan bersama Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (DKST) ITB, yang tahun ini sekaligus menjadi edisi tahunan dari ITB CEO Summit. IGC membawa puluhan pembicara ahli yang membahas 7 pilar utama: kesehatan, transisi energi, mobilitas bersih, ketahanan pangan dan air, rantai pasok global hijau, dan pembiayaan hijau.
Forum dibuka secara resmi oleh Prof. Dea Indriani Astuti, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya ITB, yang menegaskan komitmen ITB untuk menjadi launchpad solusi hijau dan jembatan antara pengetahuan, pasar, dan kebutuhan nyata.
“Prinsip People & Planet First menempatkan kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan sebagai inti pembangunan. IGC adalah momentum untuk menjahit kebijakan, teknologi, dan model bisnis baru agar dapat menghasilkan dampak nyata,” ujar Desti Alkano, Ph.D., Pendiri dan Direktur Eksekutif ECADIN, dalam laporan pembukaan.
Platform Kolaborasi Menuju Net-Zero Emission
Pada sektor kesehatan, drg. Murti Utami, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, menekankan bahwa transformasi kesehatan harus melampaui perbaikan layanan, dengan mengintegrasikan inovasi berkelanjutan seperti pengembangan rumah sakit hijau dan pemanfaatan AI untuk deteksi dini.
Di bidang energi, Prof. Zheng Angang dari China Electric Power Research Institute (CEPRI) menyoroti pentingnya infrastruktur listrik yang tangguh dan SDM terampil untuk mengoptimalkan potensi energi terbarukan Indonesia. Wanhar, Direktur Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengungkapkan kebutuhan investasi hingga Rp3.000 triliun dalam 10 tahun ke depan, termasuk pembangunan 100 GW PLTS di wilayah terpencil.
Dari sektor utilitas, Evy Haryadi, Direktur Teknologi, Engineering & Sustainability PT PLN (Persero), mengakui bahwa transisi energi rendah karbon akan menaikkan biaya produksi, namun menjadi investasi penting bagi keberlanjutan jangka panjang. Ali Sundja, Plt. SVP Technology Innovation PT Pertamina (Persero), memaparkan strategi dual growth yang menggabungkan penguatan energi konvensional dengan pengembangan bioenergi, carbon capture and storage (CCS), dan hidrogen hijau.
Arisudono Soerono, Direktur Utama IDSurvey, menekankan bahwa ekonomi hijau membutuhkan kepemimpinan visioner dan regulasi adaptif untuk membuka peluang kerja baru sekaligus meningkatkan daya saing nasional.
Di sektor industri, Apit Pria Nugraha dari Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa mulai 2027, standar industri hijau akan menjadi kewajiban bagi subsektor prioritas.
Dari sektor transportasi, Cyrille Schwob (Airbus Asia-Pacific) mendorong pemanfaatan Sustainable Aviation Fuel dan efisiensi operasional yang didukung regulasi dan pembiayaan. Gunawan Wasisto dari PT Telkom Indonesia mengungkapkan bahwa 70% armada operasional Telkom sudah beralih ke kendaraan listrik, dengan target penurunan emisi 20% pada 2030.
Di sektor ketahanan pangan dan air, Firdaus Ali (Indonesia Water Institute) menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dan penerapan teknologi berbasis kearifan lokal untuk mengatasi krisis air akibat perubahan iklim. Dwi Satriyo (PT Pupuk Indonesia) menyoroti peran pembiayaan hijau dalam menjaga produksi pupuk berbasis amonia agar tetap ramah iklim.
Pembiayaan hijau menjadi tema berulang di berbagai sesi. Amerta Mardjono (IFC Indonesia) mendorong mobilisasi modal swasta untuk infrastruktur hijau. Felia Salim (&Green Fund) menambahkan bahwa pembiayaan transisi dapat mempercepat dekarbonisasi sektor sawit dan industri berbasis lahan lainnya.
Dari pemerintah daerah, Sutrisno (Bappeda Jabar) menjelaskan bahwa pendanaan berkelanjutan Jawa Barat diarahkan ke proyek PLTS, pengelolaan limbah, dan transportasi hijau di wilayah Bandung Raya.
Sinergi Lokal dan Visi Nasional
Forum ditutup oleh Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi dan Rektor ITB Prof. Tatacipta Dirgantara dengan komitmen menjadikan Jawa Barat pionir gerakan hijau global yang menggabungkan teknologi dan nilai lokal.
Dalam refleksi penutupnya, Prof. Lavi Rizki Zuhal, WRRI ITB, menegaskan bahwa transformasi hijau bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis. “Investasi hijau adalah katalis masa depan; dari kesehatan, energi, industri, hingga pangan dan air.”
Dengan dukungan PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), ID Survey, State Grid Power Indonesia, serta mitra strategis seperti METI, ASBISINDO, PERHUMAS, dan Bappeda Jabar, IGC 2025 menetapkan pijakan kuat menuju Indonesia Emas 2045 yang tangguh, hijau, dan berdaulat.
No Comments