BSK Kemenkum Jaring Masukan DKST ITB untuk Reformulasi Aturan Permohonan Paten
Bandung, dkst.itb.ac.id – Pada Rabu, 30 April 2025, Badan Strategis Kebijakan Hukum (BSK) Kementerian Hukum mengadakan kunjungan dan diskusi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (DKST ITB) dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Permohonan Paten. Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Lantai 7, Gedung 2 ITB Innovation Park Technopolis.
Diskusi ini merupakan bagian dari proses evaluasi regulasi eksisting yang dinilai belum sepenuhnya selaras dengan perkembangan Undang-Undang terbaru di bidang paten. BSK Kemenkum sedang mengkaji kebutuhan akan revisi substansial terhadap Permenkumham tersebut, khususnya dalam hal proses permohonan dan pemeriksaan paten. Hasil kunjungan ini akan menjadi dasar pembentukan regulasi baru yang lebih relevan dan operasional bagi pemangku kepentingan.
Dalam forum diskusi, tim dari DKST ITB menyampaikan sejumlah isu krusial yang kerap dihadapi para inventor dan pengelola kekayaan intelektual institusi. Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah belum terpadunya sistem milik pemohon dan sistem DJKI, yang mengakibatkan keterlambatan bahkan kegagalan dalam penyampaian surat-menyurat selama proses substantif paten.
Standar evaluasi oleh para pemeriksa juga menjadi sorotan penting. Disampaikan bahwa perbedaan pendekatan antar pemeriksa DJKI kerap menyebabkan ketidakpastian dalam proses penilaian substansi permohonan. Tidak adanya standar baku dalam penulisan deskripsi paten menimbulkan interpretasi yang beragam, baik dalam pelatihan maupun dalam praktik peninjauan permohonan.
“Substansi pemeriksaan kadang tidak jelas, apakah menyangkut isi atau hanya tata tulis. Perlu dibuat standar teknis yang eksplisit agar tidak bergantung pada interpretasi pemeriksa,” ujar salah satu perwakilan DKST ITB.
Perlunya Reformulasi Regulasi untuk Menyesuaikan Praktik Lapangan
Salah satu poin diskusi yang timbul adalah tentang jangka waktu pemeriksaan substantif yang dalam praktiknya kerap melebihi batas waktu 36 bulan sebagaimana diatur. Keterbatasan jumlah sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penyebab penumpukan permohonan.
Kemudian, dalam ranah paten life science, peserta diskusi juga menyoroti belum adanya standar baku untuk pengajuan urutan (sequence) jasad renik, yang kerap menjadi alasan pengembalian permohonan. Kurangnya sosialisasi teknis dan belum tersedianya contoh formal menjadi tantangan tersendiri dalam ranah ini.
Selain itu, proses pengalihan paten dari institusi ke perusahaan (dan sebaliknya) juga dinilai masih rumit. Persyaratan administratif yang panjang, seperti keharusan adanya waarmerking dan tanda tangan pimpinan, memperlambat proses komersialisasi yang seharusnya bisa lebih dinamis.
BSK Kemenkum menyampaikan bahwa salah satu tujuan utama dari revisi regulasi adalah menyederhanakan proses dan mempercepat output hukum, termasuk dengan menjajaki penerapan sertifikat paten digital yang aman dan memiliki integritas data tinggi. Gagasan ini disambut baik oleh peserta diskusi, dengan catatan pentingnya perlindungan terhadap keaslian dan keamanan informasi digital tersebut.
Sementara itu, kebutuhan untuk perbaikan sistem digital dan migrasi database lama (pra-2017) juga diakui sebagai isu yang perlu ditangani secara teknis dan konsisten.
Diskusi ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam membentuk sistem permohonan paten yang lebih efisien, transparan, dan lebih berpihak pada pengembangan inovasi nasional. Kolaborasi antara BSK Kemenkum, institusi pelaksana akademik seperti ITB, serta DJKI diharapkan dapat mendorong reformasi regulasi yang tidak hanya normatif, tetapi juga responsif terhadap tantangan lapangan.
No Comments